Posts

Showing posts from January, 2014

My "Pret" Life

Image
Hadiah ulang tahun saya tahun ini dari si ndut adalah sebuah buku. ini cover bukunya : ada nama saya di covernya karena kata-katanya saya yang tulis Buku ini ide awalnya adalah merekam fenomena-fenomena yang terjadi dalam hidup saya belakangan ini. Seperti, saya agak malas menyisir rambut kecuali kalau lagi pengen, pake jilbab gak pernah rapi, nonton drama korea hampir tiap hari, tidur siang, tiap ke toko buku pasti beli buku tentang jodoh, dan beberapa hal yang sayang kalau tidak direkam. kata pengantarnya dari ndut, ditegaskan kembali, buku ini kado ulang tahun buat saya Kodok, menjadi icon dalam buku ini, karena si ndut cinta sekali sama kata kodok. Makanan kesukaannya kodok bakar dan kodok tulang lunak. kalau buat saya, kodok, adalah gambaran sebuah harapan, suatu saat, kodok akan berubah jadi pangeran.  Sayangnya kodok dalam hidup saya udah nyaman jadi kodok, enggan bertransformasi hahaha my thirty something journey Cerita lucunya, kata melon yang dititipin nye

suatu hari, di New York

Siang kemarin, saya menelpon sahabat saya Uci. Uci baru pulang konferensi di Washington DC dan sempat jalan-jalan di New York dua minggu lalu. Cerita Uci, Washington mirip Adelaide, kontur kotanya mirip Bedford Park, suburb tempat tinggal saya dulu di Adelaide. Intinya, Amerika biasa saja, nothing spesial. Mungkin karena kami memang lebih menyukai eropa. Uci lalu meminta saya menulis sebuah novel tentang perkenalannya dengan seorang perempuan di New York.  Ceritanya seperti ini : “Aku bertemu seorang perempuan di Hostel tempat aku menginap di New York. Perempuan ini berdarah turki, muslimah dan tinggal di Jerman. Setiap pagi dia selalu menanyakan padaku, aku kemana aku hari ini. Dia ingin berjalan denganku. Aku tidak keberatan berjalan dengannya, meski aku tau, bisa saja dia mengeksplor kota ini sendirian. Aku juga melihat dia sedang memikirkan sesuatu. Suatu masalah yang cukup berat, hingga membuatnya hanya diam di tram atau sepanjang perjalanan. Aku membiarkannya sep

Wilkommen in Banda Aceh, mein Profesor..

Siang itu, saya sudah bolak-balik seperti setrikaan, Ruangan saya-ruang printer-ruangan supervisor-ruangan saya-ruang printer-ruangan supervisor Hari itu, hari terakhir saya di kantor, besok saya pulang ke Aceh buat fieldwork. Saya lagi menyiapkan surat keterangan penelitian saya yang harus ditandatangani supervisor saya. Saya bolak balik karena, surat yang saya draft, ada beberapa kesalahan redaksi bahasanya. Setelah dibaca dan dikoreksi, akhirnya surat saya itu selesai dan sukses ditandatangani. Pas saya pamit, supervisor saya berkata, “Sari, don’t forget to send me monthly report and I will visit you in Banda Aceh..” Saya bengong, saya tanya lagi, “Apaaaaa, kamu serius mau mengunjungi saya di Banda Aceh ?” Lalu supervisor saya yang ganteng dan cool itu mengangguk dan tersenyum manis sekali. Ya ampun, saya pikir saya salah dengar. Bagaimana mungkin dia mau datang, melintasi benua, terbang belasan jam demi mengunjungi phd studentnya yang dodol ini.

Jalani saja

Semalam, adek saya tercintaaah curhat tentang kegalauannya yang sebentar lagi berganti status dari mahasiswa (status paling keren dan membahagiakan) menjadi dokter spesialis. Curhat semalam dilakukan via bbm dan dalam bahasa inggris karena mungkin curhat dalam bahasa inggris terasa lebih romantis. Hahaha.. Inti percakapan kami semalam, gimana menjalani perubahan kehidupan sehari-hari,  status, tempat tinggal, kota, pekerjaan, gaya hidup, dan sebagainya.  kesimpulannya, adek saya itu galau berat. Perubahan, apapun itu, memang menakutkan. Pengalaman saya, pada suatu titik, kita seharusnya ikhlas menjalani kemana perubahan itu membawa. Misalnya, pas selesai kuliah di Bogor, saya sempat nyewa kamar kos dekat kampus buat setahun sebagai alasan tidak kembali ke Aceh. Saya pulang ke aceh cuma bermodal sekoper baju ala kadarnya,  untuk ikut tes PNS. Menjawab soal ujian asal-asalan, dan berdoa semoga gak lulus, jadi saya bisa balik ke Bogor dan kerja di Jakarta. Lalu, tsunami terja

Calang, My third field research areas

Sejak awal, ketika memilih ibukota kabupaten aceh jaya ini sebagai salah satu field area untuk research saya, saya agak khawatir. Pertama, saya belum pernah ke Calang, jadi saya tidak bisa memperkirakan medan apa yang saya hadapi untuk research saya. Kedua, saya tidak mengenal banyak orang di sabang, mau nginap dimana dan bagaimana nanti mobilitas di sana masih tanda tanya. Info awal yang saya dapat, calang hanya kota kecil dan sangat susah untuk bisa menemukan narasumber yang kompeten di sana. Hingga saya pernah memikirkan untuk menyewa research guide. Entah kenapa, akhirnya semua mengalir begitu saja. saya tiba-tiba ingat ada Surya, teman kuliah yang sekarang bekerja di calang dan ada Yulizar, adek kelas saya yang juga bekerja di sana. Maka berangkatlah saya bersama pipit teman saya yang menjadi asisaten research saya. karena kekhawatiran itu tadi saya memutuskan membawa asisten researcher. Akhirnya saya tinggal di rumah Surya, dan banyak dibantu oleh Surya dan keluargany

Bosan

Aku sudah bosan pergi ke toko buku satu-satunya di banda aceh ini, yang koleksi bukunya lumayan banyak. Aku sudah bosan berdiri membongkar rak di sudut toko buku itu yang isinya “kadang-kadang” terselip buku dengan tema jodoh. Entah berapa koleksi buku-bukuku sekarang yang tentang “menemukan” jodoh. Ah rahasia Tuhan yang satu ini, sungguh menggelitik. Damn, Januari, hitungan hari. Tiga puluh dua tahun, sudah lebih dari cukup untuk dijadikan tokoh perempuan desperado di buku chicklit yang semakin kehilangan gregetnya. Buku-buku sekarang, covernya keren, tapi jalan ceritanya entah seperti apa. Terlalu dipaksakan. Sementara hidupku, covernya ala kadar, jalan ceritanya ala kadar, penokohannya ala kadar, se-ala-kadar-nya saja, tak ada yang dipaksakan. Buktinya, aku masih dalam pencarian panjang yang semakin gelap gulita.  Makin diselami, makin tersesat. Misteri ini sepertinya tak ingin dipecahkan. Misteri tentang siapa nanti yang menandatangani buku nikah di samping namaku.

2014

sudah lima hari, bulan pertama di 2014. 2013, begitu berwarna terima kasih untuk semua yang sudah berbaik hati meramaikan kehidupan saya di Bonn di Banda Aceh atau dimanapun kalian berada semoga 2014 lebih baik, lebih meriah, lebih seru dan menyenangkan punya teman-teman baru bertemu lagi dengan sahabat-sahabat lama bepergian ke negeri jauh banyak tertawa kurangi galau move on and finally get married, #kode

sejauh jarak antara hari ini dan masa remaja saya

Pagi tadi, meski dari jauh, saya melihatnya lagi. Masih seperti yang ada di ingatan. Entah kapan kami terakhir berbicara. Saya hanya tidak ingin kembali pada masa-masa ketika dia terlalu spesial buat saya. Hanya saja senyumnya dan matanya masih sama seperti dalam ingatan. Dia yang selalu menitipkan dompet dan jam tangannya ke saya setiap pelajaran olah raga. Dia yang setiap habis memangkas rambutnya menjadi sangat pendek, membiarkan tangan saya memegang kepala plontosnya. Lelaki itu, yang memberikan banyak mimpi untuk masa remaja saya. Teman tapi ngarep saya, my best friend paling gak jelas saya. Hahaha.. Sebuah pertanda yang benar, pagi tadi, saya kembali bisa merasakan kehadirannya. Mata saya begitu mudah menemukan sosoknya. Terlalu misterius, pertemuan yang membuat saya tersesat dalam memori. Senangnya bisa melihatnya lagi, meski dari kejauhan. Sejauh jarak antara hari ini dan masa remaja saya.