Posts

Showing posts from August, 2013

time to say good bye

Hari ini, pagi-pagi saya ke stasiun kereta untuk mengantarkan Kang Asep dan Uni Reni yang back for good ke Indonesia. Kang Asep menyelesaikan PhDnya kurang dari 3 tahun. Ini sungguh menjadi sebuah inspirasi buat saya, karena ternyata ada yang selesai PhD tepat waktu. Pasangan suami istri ini sungguh menjadi panutan buat saya, mereka sangat baik hati dan senang menolong. Saya jadi yakin, Allah Swt memudahkan urusan keduanya karena mereka selalu berusaha membuat hidup sahabat-sahabatnya lebih mudah. Balik lagi ke cerita di stasiun, saya sudah tau rasanya mengantarkan teman back for good. Jadi, mental sudah siap. Toh, Insya Allah suatu saat akan bertemu lagi di Indonesia. Sahabat datang dan pergi, yang paling penting kita tetap menjaga persahabatan itu. Jadi, saya sama sekali gak berniat untuk menangis atau apapunlah. Hanya saja, ketika Uni memeluk saya, dan mendoakan supaya saya cepat dapat jodoh, air mata saya turun dengan otomatis. Gagal rencana saya untuk tetap cool dan tersenyum

Rekonstruksi kenangan

Akhirnya, semua rute dan tempat yang pernah saya pergi berdua dengan dia, sudah saya rekonstruksi ulang lagi. Saya menyusuri rute-rute itu sendirian satu persatu dengan perencanaan yang matang. Rasanya memang berbeda, sebuah perjalanan ketika ada seseorang di samping. Biasanya kami berbicara banyak dan tiba-tiba sudah sampai di tujuan. Namun, bukan berarti ketika sendirian lebih menyedihkan. Kalau sendirian lebih banyak yang bisa dilihat apalagi dirasakan, Termasuk mengingat kenangan yang akan segera ditimpa dengan kenangan baru. Waktu berjalan lebih lambat dan tujuan terasa agak jauh. Rekonstruksi ini, buat saya penting dalam rangka move on. Hanya saja, entah kenapa, jalan kami masih terus bersinggungan. Masih saja dia, bisa tiba-tiba muncul dalam sore saya. Muncul dengan sebab-musabab yang bahkan tak pernah terpikir sebelumnya. Menciptakan kenangan baru, padahal kenangan lama sudah susah payah saya timpa. Kalau seperti ini, maka rekonstruksi saya jadi tak begitu efektif. Mu

The Waiting Place: Bintang-bintang

The Waiting Place: Bintang-bintang : "Setiap malam, sembari mendengar dongeng ibu, kami menatap bintang-bintang dari celah loteng kamar tidur kami"

ganti tanggal

Pagi ini, saya dengan setengah hati pergi ke bandara, nyari kantor airlines yang sudah saya booking tiketnya untuk pulang. Saya harus mengubah tanggal pulang saya. Tiket promo itu, kalau di website katanya gak bisa diubah tanggalnya, makanya saya ingin mencoba dengan bersungguh-sungguh mengubah tiket itu. Seminggu lalu, mungkin saya terlalu semangat membereskan semua urusan tiket pulang dan penginapan dan mungkin terlalu berbahagia mendapat tiket murah meriah. Kemarin, dengan berat hati, tanggal itu harus diubah karena saya tidak diijinkan melewatkan satu momen penting di kampus, sepertinya tiada kesan tanpa kehadiran saya. Urusan merubah rencana ini, selalu saja membuat saya galau. Padahal harusnya saya lebih bisa fleksibel dan adaptive menjalani semua ketidakpastian, karena di antara beribu kata dalam jurnal yang membicarakan prinsip inilah setiap hari mata saya bekerja keras membaca.  Jangan ditanya apa yang terasakan, sore itu, saya memutuskan jalan kaki pulang ke rumah sambi

Gaul setengah hati

Ada satu keinginan saya sejak sekolah di luar negeri, merasakan pengalaman berteman dengan mahasiswa yang berasal dari negara tempat saya bersekolah. Waktu di Adelaide dulu, sungguh susah untuk bisa keep in touch dengan mahasiswa lokal. Sahabat saya yang kemudian menjadi saudara saya adalah student Indonesia di perantauan. Akhirnya teman Aussie yang saya kenal lumayan dekat malah berasal dari teman interfaith dinner saya. Teman kuliah saya kebanyakan international student dan kami cuma bertemu di jam kuliah dan tak pernah hang out bareng. Semalam, akhirnya saya merasakan pengalaman itu untuk pertama kalinya. Saya akhirnya punya "buddy" yang merupakan mahasiswa Jerman yang mengajak saya duduk di taman kampus seperti layaknya kebiasaan mahasiswa lokal pada musim panas. Sebelumnya kami ke warung dulu, membeli sesuatu untuk diminum sambil ngobrol-ngobrol gak jelas. Awalnya, kami berencana menonton sebuah film bisu di uni, tapi ternyata penontonnya membludak dan pintu

Dirgahayu Indonesiaku

Salah satu bentuk kebebasan yang saya rasakan semenjak jadi student lagi adalah tidak perlu ikut apel atau upacara. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan rasa nasionalisme dan patriotisme, hanya saja saya terlalu malas untuk ikut apel dan upacara. Berdiri, ngobrol-ngobrol di barisan , tanda tangan absen trus pulang.  Tanggal 17 Agustus selalu mengingatkan saya pada acara pengibaran bendera di televisi. Sejak kecil, ibu saya selalu mengatakan kepada saya, mungkin saja saya bisa jadi anggota paskribaka yang mengibarkan bendera pusaka di Istana negara. Maka hari-hari menuju umur yang pantas untuk bisa jadi paskibra ini sungguh lama terasa. Kepercayaan diri saya sungguh besar dan Ibu saya terus mendukung saya untuk meraih mimpi itu. Ketika kesempatan itu datang, waktu saya SMU, saya baru menyadari saya sama sekali tidak cakap untuk bisa balik kiri, hadap kiri, hadap kanan, serong kiri, serong kanan. Otak saya merasa semua perintah itu terlalu susah untuk dilakukan. Butuh waktu s

makan siang sendiri

Setelah sekian lama gak makan siang karena puasa, hari ini saya diajak teman sekantor saya rame-rame makan siang di luar. Pas, mau keluar pagar, saya baru sadar saya gak bawa badge buat bisa keluar dan masuk kantor. Awalnya saya mau nyusul, tapi kok ya malas jalan sendiri lumayan jauh. Jadinya makan sendirian di kantin, sepiring salad, menu makan siang favorit saya. Sungguh sesuatu, begitu cepat melupakan, begitu malas untuk bersosialisasi.. hehehe

Lebaran tahun ini

Setelah tahun lalu berlebaran Idul Fitri di Dortmund, tahun ini saya berlebaran di Stuttgart. Rabu siang itu ketika saya berangkat ke stasiun, langit Bonn mendung. Hati saya jadi sedikit galau meninggalkan Bonn dan teman-teman seperjuangan yang akan berlebaran di Bonn. Sudah jauh-jauh hari saya ikut mendengarkan persiapan panitia salat Idul Fitri bahkan sabtu sore saya ikut mengantarkan uang sewa gedung Vapiano yang akan digunakan untuk pelaksanaan salat Id. Namun, keputusan buat berlebaran di Stuttgart sudah saya pertimbangkan matang-matang. Rabu pagi, rencananya saya tidak pergi ke kantor lagi. Tapi ketika saya nge-check email, si supervisor meminta saya untuk menemuinya hari senin untuk mendiskusikan conceptual framework saya. Maka saya terburu-buru ke kantor dan mengambil semua bahan tulisan saya untuk saya kerjakan sepulangnya saya dari stuttgart. Hati saya agak galau juga, mengingat janji meeting hari senin. Saya berusaha untuk menikmati libur lebaran dengan tenang dan me

The Waiting Place: Kalender

Tulisan ini ditulis ndut di blognya. Saya suka sekali cerita dan gambar yang dibuat ndut dalam tulisan ini. Kenangan masa kecil saya yang tak akan pernah terlupakan.. The Waiting Place: Kalender : "Malam ini sebelum tidur, kami dan mama mencoret satu angka lagi pada kelender yang digantung di samping tempat tidur." Kemari...

stupid things about my mood

Tuhan, jangan biarkan saya jatuh cinta lagi. Conceptual framework chapter saya belum beres. Methodological chapter masih belum lahir dan presentasi saya masih beberapa slide. Tuhan, bantu saya mempertahankan good mood ini sudah tiga paragraf saya tulis hari ini setelah minggu lalu stuck mati-matian dan lalu good mood ini mungkin karena kejadian satu sore di weekend kemaren dimeriahkan lagi dengan pertanyaan si ibu-ibu itu yang malam itu mendekati saya, bertanya dengan keponya.. "Dek, maaf ya, itu yang ganteng itu suaminya ya..." "Bukan bu.. tapi tunggu saja tanggal mainnya.." hahaha parah..

Kue Lebaran Dian

Image
Kue kering merupakan suatu komponen penting dalam merayakan lebaran. Setidaknya, saya dan Dian setuju sekali akan hal ini. Ketika jauh dari rumah, terus melanjutkan tradisi di rumah, merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri kami dari serangan homesick yang parah. Foto-foto berikut ini dikirimkan Dian langsung dari dapur merahnya di Stuttgart ke kamar saya di Bonn melalui whatsapp. Kadang dikirimkannya di detik-detik menjelang berbuka, atau ketika saya belum sadar benar ketika bangun untuk sahur. Lalu saya dengan semena-mena, memasang foto-foto itu sebagai profile sehingga banyak yang berpikir sayalah yang membuat kue itu. hahaha Saya tidak pernah meragukan skill Dian dalam membuat kue, waktu di Adelaide dulu, saya sudah melihatnya langsung. Kue-kue ini pastinya dibuat dengan seluruh hatinya. Rasanya yummy, itu tidak diragukan lagi.  Satu hal yang paling saya kagumi dari sahabat saya ini, adalah totalitasnya dalam berkarya. Hal ini diwujudkannya dengan membeli stoples d

balada tiga nomor

Harusnya jaman sekarang ini, berkomunikasi dari satu benua ke benua lain bukan masalah besar lagi. Teknologi internet dengan skype atau aplikasi smartphone seperti line atau cacao memberikan layanan gratis tis. Hanya saja, agak repot buat mama saya, misalnya, mengganti hape nokia cinta matinya dengan smartphone. Mau diganti dengan BB biar bisa bbm juga syusyah. Semakin repot untuk berskype-ria, meski akun sudah dibuatkan oleh si ndut buat babah saya. Solusi saya, biar masih bisa update kondisi rumah, ya menelpon. Bukan nelpon ke hape malah nelpon ke telepon rumah. Sejak awal sampai ke jerman, memang sudah diperkenalkan dengan kartu yang namanya "lyca" oleh teman-teman saya yang sangat aktif mencari info provider murah buat nelpon ke rumah. Jadi, sudah setahun saya setia bersama mas lyca buat nelpon rumah. Bisa juga nelpon ke hape, tapi mas lyca larinya kencang sekali kalau nelpon ke nomor hape. Saya khusus membeli hape samsung sekedarnya buat dipasang nomor lyca. Sement

menyusun keping

Mungkin memang butuh waktu untuk bisa kembali ke keadaan sedia kala Mungkin kami seperti anak kecil yang menyusun lego dengan tekun lalu tiba-tiba dihancurkannya sendiri apa yang telah dia buat dengan satu hentakan atau hantaman tentu akan butuh waktu menyusunnya kembali. Memilah warna, memilah bentuk, menyocokkan satu keping dengan keping yang lain dan semakin lama, karena sibuk membandingkan dengan bentuk awal yang sudah disusun mungkin kami juga seperti itu harus punya sedikit keberanian untuk melupakan semuanya dan kembali menyusun lego-lego kami mungkin tidak terlalu sulit karena kami sudah saling tahu warna dan bentuk masing-masing namun juga agak sedikit sulit karena keping-keping itu sudah pernah berserakan mengumpulkannya satu per satu, menyusun dengan pelan seperti itu.. mungkin tidak akan pernah sama lagi keping hati kami terlanjur berserakan

Mimpi baru

Saya tidak tahu sejak kapan si ndut punya cita-cita untuk membuka sebuah TK. Tiba-tiba saja, dia sudah membicarakan tentang buku-buku yang harus dibeli untuk persiapan membuka TK. Saya bingung awalnya, tapi selanjutnya malah menikmati mimpi si ndut untuk mendirikan TK. Kami sibuk mendiskusikan buku-buku bagus yang dipamerkan dengan sombong oleh pemilik website brain pickings. Rak bukunya membuat si ndut nervous dan berjanji mengurangi jatah makannya agar bisa membeli satu buku setiap minggunya. Ya, mungkin setelah menyelesaikan doktor ini, saya keluar saja dari pekerjaan dan membantu si ndut mengelola TK. tentu saya bisa jadi guru bahasa inggris, bahasa jerman dan guru mengarang. Sekalian jaga anak sendirilah, bisa nyambi jadi guru. Kalau perlu ya sekalian anak-anak saya di homescholing aja. Semakin liar ide, semakin ada yang tidak beres. Mungkin si ndut terlalu exciting dengan semester barunya dan saya semakin terpuruk di antara jurnal dan kepala yang tak mau kompromi diajak b