Posts

Showing posts from May, 2013

Penghujung Mei

Mei yang akan segera berakhir ini, memberikan saya banyak cerita. Bertemu banyak orang, melakukan banyak hal, berbicara tentang ini itu. Tapi saya paling senang weekend kemarin, ketika mengunjungi teman saya yang rumahnya berada di pedesaan. Berjalan di tengah ladang gandum, menyusuri aliran sungai kecil, menikmati langit biru, dan padang bunga kuning. Makan siang yang lezat dengan sajian ala mexico, menyicipi sedikit rasa berbeda, dengan diselingi percakapan tentang hidup, sungguh menyenangkan. Lalu adek kelas saya mengunjungi kota ini, tanpa rencana kami ngebakso ria dalam sejuk hujan sore hari. Bakso yang dibuat dalam percakapan sehari-hari. Ada martabak juga, yang mengingatkan akan rasa masa lalu, pada kota di ujung pulau sumatera itu dan ini itu. Kami sempat juga berlatih menari dan saya menyadari, mungkin sudah terlalu tua untuk sekedar menari lagi. Pengajian kemarin, menggendong latifah, bertemu banyak teman, makanan yang enak, dan siraman rohani. Tak lupa teman

Mandi Laut

Image
Sore ini, ndut memperlihatkan gambar yang dilukisnya sebagai hadiah ulang tahun melon. Gambar itu, diambil bertahun lalu, ketika kami masih kecil, mungkin kelas empat SD dan ndut masih TK. Hampir setiap hari minggu kami berekreasi ke Pantai Lho´Nga.   Kenapa ke Lho´Nga? karena di Lho´Nga ada alur seperti sungai kecil yang airnya mengalir ke laut. Jadi, anak-anak aman mandi karena airnya tidak dalam tapi masih beraroma laut.   Tradisi keluarga ini sudah berlangsung lama, bahkan sebelum si ndut lahir dan kami punya mobil, konon orang tua saya sangat suka membawa kami ke laut dengan motor.    Saya masih ingat, si ndut selalu menggigil kedinginan karena tidak mau berhenti main air dan harus dipaksa untuk pulang. Perjalanan pulang terasa sangat cepat karena biasanya kami tertidur di jalan. Pas bangun pasti sudah di rumah.       Oia, saya paling malas membantu ibu saya menyiapkan bekal buat makan di laut. Bekal favorit ala ibu saya, pastinya nasi dan lauk pauk, mie gor

today is my sister birthday

sudah entah kemana, hari-hari kita sekamar berdua dengan tempat tidur bertingkat dan motif sprei yang sama hari kita  memakai baju yang nyaris sama model dan warnanya hari ketika saling mengingatkan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah karena mama akan segera pulang dari kantor hari kita berlari-lari berangkat ke sekolah dan pulang lagi karena PR ketinggalan di rumah, hingga sekolah sore, ketika menunggu bu supir datang dengan bunyi klik kunci si "mpok"yang ditekan dari jauh hari ketika kita singgah dulu ke kedai sewa komik, memilih komik, sebelum pulang ke rumah dari sekolah sore sekarang, hari kita terpisah perbedaan waktu pembicaraan kita hanya lewat bbm, membahas ini itu keluhan tentang batuk, luka, dan alergi drama keluarga, drama rumah sakit, drama perantauan sedikit cerita cinta kadang membahas masa depan, "masih belum tahu mau seperti apa, mau melakukan apa.." tapi, hari ini, sudah tigapuluhan usia kita, kapan lu kawin ai? kapan lu

dimanakah musim semi dan cahaya mentari ?

Sejak gorden jendela kamar rusak, saya jadi lebih aware dengan keadaan di luar. Misalnya, cahaya bulan, bintang, helikopter, burung, gerak angin atau hujan. sejak malam bahkan, hujan mengetuk kaca jendela kamar. Angin menggerakkan ujung pohon dengan cepat, dan langit mendung. Seperti biasa, pagi, saatnya keputusan dibuat. Berangkat atau tidak ke kantor dan saya berangkat, bermodal jaket dua lapis dan syal musim dingin. Dimanakah musim semi dan cahaya mentari ? Mungkin awan hitam masih ada, masih ada di sini, belum tertiup angin benua ini, benua yang cantik ini, lebih sering mendung daripada bersinar langit kelam itu, mungkin satu daya tarik benua ini, mungkin saja..

membawa hati berjalan jalan

Weeekend kemarin, saya mendapati diri saya dengan ransel merah di stasiun Bonn menunggu kereta yang akan membawa saya ke Goettingen. Keputusan tiba-tiba ini, sebenarnya hanya karena saya ingin membawa hati saya berjalan-jalan. Dalam galau yang panjang dan semua rasa campur aduk, sebelum saya terlanjur meluap dan membanjiri apa yang harusnya tak dikeluarkan, saya memutuskan membawa hati saya berjalan-jalan. Padang bunga kuning terhampar di kiri kanan, pohon menghijau, sungai mengalir berkelok, tinggi rendah dataran, ternikmati pelan dari balik jendela kereta. Perasaan yang menumpuk perlahan berkurang dan hati menjadi ringan. Perjalanan seorang diri, delapan jam, pindah dari satu kereta ke kereta lain, menunggu di beberapa stasiun, mendengarkan lagu, membaca buku, sedikit banyak membuat saya lebih tenang. Biarlah semua mengalir, apalah galau saya ini di bumi Allah yang luas. Ah, saya begitu mengagumi detil ciptaanNya yang sungguh sempurna. Hingga akhirnya di kota itu bertemu la

Melbourne dalam ingatan

Karena si ndut mau sekolah lagi ke Melbourne, maka semalam saya membongkar folder foto saya, mencoba mengingat kembali raut kota Melbourne dalam kilatan cahaya kamera. Sebenarnya, kota itu biasa saja. Cuma apa yang terjadi di Kota itu, waktu itu sungguh menyenangkan. Setelah setahun saya di Australia, saya bertemu kembali dengan si "abang" yang lagi kuliah di sana waktu itu. Iseng saja, saya meng-sms- kalau saya sedang di Melb berkunjung bersama teman-teman dari Adelaide. Tak dinyana dan tak diduga, si abang ngajak ketemuan. Maka bertemulah kami dalam setting kota Melbourne yang lincah dan cantik. Meski cuma sehari, si abang jadi guide tour yang baik, merangkap tukang foto, dan senyumnya itu, membuat langit Melbourne makin biru. hahaha Maka foto-foto saya di Melb, penuh wajah saya yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Si abang dengan kacamata hitam, dan gayanya yang rapi jali membuat bibir saya ingin terus tersenyum. kadang sebuah kota, menjadi penuh kenangan, k

naik pangkat

Hari ini cuaca Bonn, mendung parah, entah galau apa yang menggantung di langit. Kabut menyusup pelan dan semua tampak abu-abu. Meski saya suka warna abu-abu, tapi langit abu-abu sungguh menurunkan mood buat ngapa-ngapain. Hanya saja, hari ini hari yang patut disyukuri. Teman saya pagi tadi memberi kabar SK pangkat saya sudah keluar. Tidak terasa hampir tahun ke sembilan saya memiliki NIP, dengan masa naik pangkat normal, kini saya sudah berada di level tengah. Cuma, saya tidak pernah punya jabatan, saya cuma staf yang terlalu beruntung memiliki atasan-atasan yang baik hati mengijinkan saya menangkap mimpi-mimpi saya yang bertebaran. Lalu, dengan modal NIP itu saya bisa sekolah lagi dan merasakan peradaban yang lain, melihat negeri-negeri yang jauh, dalam pengembaraan yang tak ada habisnya. Jalan cerita karir saya, sungguh berbeda dengan PNS di kabupaten kota yang lain. Saya berkelana dan mencari sesuatu, entah apa. Jangan tanya mengapa saya tidak menetap dan masuk dalam sistem.

jarak

Kemarin meeting perdana pengurus IMAN via skype. Bentuk baru meeting berjauhan dengan banyak orang dari kamarnya masing-masing dengan pakaian rumah dan bisa sambil mengerjakan apapun. Sore kemarin, saya sambil membersihkan kamar (karena hari ini ada yang mau memperbaiki lampu kamar) menunggu meeting berjalan. Mungkin ada juga yang sambil makan atau tiduran. Dulu, mungkin meeting bersama seperti ini masih tidak mungkin tapi dengan perkembangan teknologi dan jaringan internet yang lumayan kencang, beberapa orang bisa berbicara bersama. Saya juga pernah mengikuti pengajian bersama, kajian bersama, atau rencana kami untuk bisa melakukan training online dengan media skype, yang bertahun lalu mungkin hanya bisa kita lihat di film futuristik saja. Kesempatan seperti ini, buat saya merupakan suatu kebahagiaan, berhubung hanya sekali-kali bisa bertemu dengan teman-teman di seluruh jerman, maka bisa berbicara bersama sudah lebih dari cukup. mungkin beberapa tahun ke depan, akan banyak

satu sore di Leverkusen

Saya kenal citra, di pengajian bulanan kami. Citra cerita kalau di Leverkusen, ada Mall kayak di Jakarta. Karena sudah lama g ngemall, saya pengen ngerasain suasana mall lagi sekalian cuci mata. Jadilah sabtu kemarin kami janjian buat ngemall dengan semangatnya. Ternyata bener, kali ini benar-benar mall, bukan pertokoan yang berjajar atau sekolompok toko-toko di pusat kota. Sudah lewat waktu  makan siang ketika kami sampai, kami mutar2 bentar, lalu nyari tempat makan siang. Akhirnya Citra ngajak saya makan di sebuah restoran asia all you can eat. karena saya udah duluan makan Baguette Tuna yang segede gambreng, jadinya saya makan seadanya. Citra benar-benar menikmati makan siangnya, jadi kami ngobrol panjang lebar tentang segala macam. Selesai makan, citra kekenyangan. Jadi kami duduk di kursi yang memang disediakan buat pengunjung yang kelelahan habis mutar-mutar mall. Lalu saya ke toilet sebentar. Setelah sekian lama menunggu makanan turun, kami mulai jalan lagi. Tiba-tiba Ci

Listen to my Radio

Bertahun lalu, waktu masih jaman nelpon ke radio buat request lagu, saya suka nelpon untuk minta diputarkan lagu untuk someone yang suka makan bakwan, hehehe siang itu, sepertinya penyiarnya lagi gak banyak kerjaan, sehingga bisa dengan sangat leluasa meladeni saya bercakap-cakap. salah satu isi pembicaraan itu yang masih saya ingat, dia dengan sangat yakin mengatakan, kalau suara saya cocok buat jadi penyiar radio. waktu itu sepertinya saya masih SMP, dan sama sekali tidak terpikir kalau suatu saat bisa jadi penyiar. bertahun kemudian lagi, setelahnya, saya di tingkat persiapan bersama, di institut publisistik bogor, saya kembali bersentuhan dengan dunia radio. Tidak sengaja, karena saya dan irma kebagian matakuliah radio buat olah raga dan seni. Kami sangat menderita waktu itu, kuliah jam 8 pagi di kampus baranangsiang, jadi kami harus berangkat pagi-pagi dari Dermaga. Mahasiswa yang ikut OS radio juga sungguh sesuatu, sementara waktu itu saya masih dalam masa penyesuaian hidup

once upon in Paris

Image
melihat foto-foto saya di paris, ngeliat foto Eiffel, saya jadi ingat Pembimbing Lab saya waktu mengidentifikasi kepiting di LIPI. Beliau bernama ibu Yoyok, studi master dan doktornya diselesaikan di Prancis. Waktu itu, saya beberapa kali memintanya menceritakan tentang Paris. Atau dalam email-email kami, ketika kebetulan dia berkunjung ke Paris, saya memintanya mendoakan agar suatu saat saya bisa menginjakkan kaki di sana. lalu beliau selalu berkata, suatu saat saya akan melihat paris dengan yakinnya. sembilan tahun kemudian, saya sudah lupa tentang percakapan kami tentang paris. bahkan ketika di Parispun saya lupa tentang beliau. entah kenapa, beberapa hari terakhir saya teringat si ibu. Ah, mungkin saya bisa melihat paris karena doa si Ibu.Terima kasih Ibu, untuk semua keyakinan dan doa bahwa saya bisa menginjakkan kaki di eropa, meski harus menunggu sembilan tahun. dari balik mikroskop, ketika menghitung jumlah kaki kepiting, saya tak pernah membayangkan apapun tentang neg