Posts

Showing posts from December, 2012

Nulis untuk si Mas

“Malam nduk :)” “Ada cerita apa :)” Ah, segitunya, masih saja menyapaku, dengan cara yang paling tak terpikirkan. Hingga aku, duduk kembali, bercerita dengannya tentang semua hariku.. Masihkah ada waktu mendengarkan semua keluh kesahku, seperti dulu lalu,  dulu lalu yang sudah lama sekali ? Masihkah mau memberikan perhatian, memikirkan semua masalahku dan memberikan nasehat yang sungguh menyejukkan hati, seperti dulu kita, dulu yang terpisah ratusan hari dan kisah? Percakapan panjang via kabel telepon di kosan Masih singgah di ruang tamu “Arini” sepulang dari berkelana mencari hidup “Nulis ya..” “Jangan lupa minum obat dan vitamin ya..” Tetap saja bisa meluruhkan semua keras kepalaku dan membuatku berjanji Segitu patuhnya, hingga mau-maunya menunggu bis dalam suhu minus, demi membeli sekotak Jus yang menjanjikan vitamin C tingkat tinggi.. Mungkin warna yang ditorehkannya dalam hidupku, sedemikian terang, dan hingga kini belum pudar juga.. M

episode makan siang setelah demam dua hari

Setting : makan siang romantis berdua, skyscraper, lantai 29. Pemandangan sungai Rhein. Cowoknya : ganteng, senyam senyum mulu, sayang banget sama pacarnya sampai rela terbang ke negara yang sedang rusuh demi menemui sang pacar tercintaaah Ceweknya : baru sembuh dari demam dua hari, kelaparan, dan agak depresi mikirin Kaution rumah barunya yang belum jelas. Percakapan basa-basi tingkat tinggi dimulai..  “Jadi kapan kamu berangkat ke ..?” “Sabtu ini. Aku tu udah shopping banyak banget buat pacarku. Dia pesan ini itu, yang gak ada di sana. Minta dibeliin coklat, roti yang enak, pokoknya daftarnya panjang deh..” “Ha..ha.. segitunya ya..” “Iya, aku tu gak bisa bayangin deh pas ketemu dia, aku gak bisa cium dia nanti di Bandara. Cuma salaman, trus nanya apakabar..?” “Iya memang gak bisa...” “Aku harus menghormati adat kebiasaan masyarakat di sana..” “Mending tu, di kampungku, malam di atas jam 9, bisa ditangkap polisi kalau berduan..” “Oo, jadi

schnee :)

Berjalan di tengah hujan salju itu, ternyata pengalaman yang mengesankan. Alhamdulillah, alat perang saya lengkap menyambut butiran putih yang turun penuh semangat hari ini. Semalam saya memutuskan untuk membeli sepatu winter lagi, berhubung yang lama, terbukti tidak ampuh menjaga kaki saya tetap kering. Masalah beli membeli ini memang tricky, hal ini karena saya tidak punya pengalaman bermusim dingin dengan salju. Akhirnya saya membeli dua kali,  jaket dan sepatu winter. Supaya nyaman dan tetap bisa beraktifitas. Jaket 5000 mm dan sepatu tahan air merupakan sponsor utama yang menyukseskan acara nunggu bis di tengah salju malam ini. Juga didukung penuh hati yang riang gembira. Meeting dengan dua supervisor berjalan lancar, meski badai salju, dan matahari sudah tenggelam, mereka tetap datang buat saya.  Saya senang sekali, mengingat kesibukan beliau-beliau yang gila-gilaan. Mau meeting bertiga saja, susahnya bukan main. Email bolak-balik buat nyari waktu yang pas. Alhamdulillah, s

re-thinking

-rethinking about you-   Bahkan aku tak punya alasan untuk merasakan Sebuah perasaan atas resahnya hariku tersentuh hadirmu   Nyaris aku memilih untuk menyerah hingga akhirnya Aku pikir mungkin ada baiknya aku mengerti Semua keputusan hati akan kembali pada hati dan kali ini aku harus harus dengarkan sungguh bisik nurani yang terdengar semakin lirih   Simpan dulu galau masih ada yang akan terbias dalam esok Hingga akhirnya apa yang harusnya ada akan nyata menangkan mimpi di atas segalanya.

Seperti Hujan

Seperti Hujan; Pikirku, aku merindukanmu, Maka setiap hari kuhabiskan untuk merindukanmu   Pikirku, aku mengingat smua tentangmu Maka setiap detik penantian adalah kebahagiaan   Lalu hari ini, Aku memandang satu per satu Ketika hujan turun pelan-pelan Membawa titipan kenangan untukku Terbungkus rapi dalam balutan awan kelabu   Tak kan pernah sama satu hujan Pada satu hari Dan pada satu kisah Takkan pernah sama  

Jika saja

Jika kukatakan Engkaulah poros bumiku, mengertikah engkau?   Jika kubisikkan Pada matamu kupantulkan hidupku, apakah kamu merasakannya?   Jika kuyakinkan Senyummu adalah kelimpahan hatiku, akankah itu ada maknanya?   Langkah kecilmu adalah tapakan besar mimpiku Tak ada yang terlewat kupersembahkan untukmu Celotehmu, tawamu,   bahkan tangismu Nadiku berdenyut seirama…   Ah, cintaku tak berkesudahan untukmu

Blink

Sengaja membongkar-bongkar flash disk mencari puisi norak ini . Ah, waktu memang sekedip dua kedip saja, sudah berapa lama waktu itu berlalu? Lalu ketika minggu ini, si abang kedip ternyata sedang berada di kota yang hanya berjarak 4 jam perjalanan kereta dari Bonn sini, maka seperti kedipan mata. Dunia yang kecil, bersinggungan dititik yang sama, tapi tak pernah berjalan bersama.. So, abang Blinking, meski kita tak bisa bertemu, menyadari dirimu, dalam zona waktu yang sama saja, sudah cukup buat kita merayakan masa lalu dengan membaca puisi ini :) b-l-i-n-k [teruntuk abang kedipku] Sapa aku karena aku tak jemu tunggu satu atau dua kata Ajak aku terlebih-lebih bila kamu tak ingin sendirian (sepertinya aku tak perduli kamu hanya ingin tanpa satu tujuan yang selalu ingin aku kamu milikinya)   Lalu kalau saat ini aku   menulis beberapa kata lagi Setidaknya ada kesan hadirnya kamu dalam hariku   Titik-titik senyummu ringkaskan aku tak mungkin terus berdebat

ketika hilang

Untuk kedua kalinya, saya merasakan sesuatu menyesak, ketika menyadari sebelah sarung tangan saya hilang. Mungkin terjatuh entah dimana, mengingat mobilitas saya hari ini bolak balik ke sana ke mari. Buka pakai sarung tangan hari ini, dilakukan beberapa kali. Pakai kalau di ruangan, buka kalau di dalam ruangan hingga sulit dideteksi dimana jatuhnya. Pengalaman pertama yang lebih menyedihkan, ketika sendal eiger saya yang baru berusia beberapa minggu jatuh dari mobil waktu mudik lebaran. Waktu sadar, sudah terlanjur jauh, dan pas pulang balik lagi ke tkp, tidak ditemukan lagi. Kalau kehilangan satu dari sesuatu yang berpasangan, saya suka bingung. Baiknya yang sebelah, yang baik-baik saja itu diapain ya? Mau dibuang sayang, disimpan juga sayang. Solusi paling mudah adalah dengan membeli yang baru. Saya beli lagi sendal dengan model yang beda dan untuk kasus sarung tangan ini, masih ada satu sarung tangan si ndut. Mungkin belinya nanti kapan-kapan. Kadang saya mikir, mu

my typical monday

Siang ini, saya melihat salju turun menghantam jendela kaca kantor, hingga saya lebih memperhatikan salju daripada si bos dan rekan sejawat yang sedang sibuk membicarakan ini itu dalam rapat seksi bulanan. Seketika saya kangen rapat saya dengan tim SGDC dengan teh botol, juice kotak, atau kadang bandrek. Kacang, krupuk, gorengan berserakan di meja, dan canda tawa membuat acara rapat tidak pernah terlalu serius. Terlalu banyak informasi dengan bahasa itu, membuat otak saya bekerja keras. Kecepatan berbicara si bos yang sungguh menakjubkan, membuat saya terseok-seok mengumpulkan kata. Hanya senyum dan pandangan ramahnya yang membuat saya tidak menjadi nekat membuka jendela dan terbang untuk mengumpulkan titik putih yang berhamburan dengan bebasnya. Lalu dengan kecepatan yang luar biasa ketika rapat selesai, saya menuju kafetaria mencari makan siang dan mendapati menu vegetarisch tidak ada hari ini. Sungguh hari yang berat. Lapar, apel sebiji telah habis. Mungkin ini saatnya pu

Siapa sih si Ben ini ?

Dua hari ini, saya terkena euforia salju. Maklum, kemaren pertama kali melihat salju seumur hidup, itupun dari balik jendela kamar. Seperti cinta pertama, salju pertama, yang putih tipis dan tengah hari sudah mencair ini, menggoreskan suatu rasa di hati saya. Ya, gak sampai posting status di FB, cuma menuliskannya di blog. Hahaha, sama aja ya.. Weekend ini tidak kemana-mana, bangun telat, mandi telat. Kepala sibuk dengan banyak hal, dan tumpukan buku yang mati2an digendong dari perpus kemarin jumat memanggil-manggil minta di baca. Apa daya, saya tak berdaya, hari libur, kepala juga minta libur. Ditambah udara yang dingin, kerjaan saya berhibernasi dan makan yang banyak.. Hingga semalam, iseng, ngebaca lagi tulisan saya, yang awalnya untuk novel. Setelah disimpan sebulan dua bulan, nampak kali novel saya ni gak punya masa depan. Maka dari itu, saya potong beberapa bagian, dan mempostingnya di Blog. Kali aja bisa dinikmati oleh para pembaca.. Dan benar pagi ini, si melon, m

Teori Cinta : Cinta tidak bisa disembunyikan

 “Trying to hide the love you feel for someone is like trying to hide an elephant” Pada Ben, waktu itu, dua tahun beberapa bulan itu, Saya merasakan panah cupid, menembus jantung saya, membuat saya tak bisa berpaling lagi.. “dan sejak itu, saya dihadiahkan seekor gajah..” Gajah itu begitu jinak. Dia mengikuti saya kemanapun saya berjalan. Belalainya tak terlalu panjang tapi dia banyak sekali makan.  Hingga selama dua tahun ini, saya pikir dia sudah obesitas. Terancam serangan jantung, stroke,  atau dia bisa saja mati tersandung sesuatu, jatuh, dan kehilangan hidupnya. Apakah kamu tega membunuh seekor gajah? Tapi  dengan membiarkannya semakin gendut dan menggelembung, maka sama saja, kamu pelan-pelan membunuhnya. Ben, kamu tau, betapa sulitnya saya menyembunyikan gajah itu. Hingga akhirnya saya memperkenalkannya padamu, Apa jawabmu waktu itu Ben? Saya tak ingin ingat. Hanya saja sejak kamu tau saya punya gajah, kamu mencoba untuk menyesuaikan

Saya [Pagi, Sore, Malam]

Saya orang pagi.  Pagi adalah saat  terbaik buat saya. Dan pagi ketika daun-daun masih berselimut embun dan pagi ketika jalanan masih sepi. Sepi itu kata kunci/keyword. Kalau google di Internet hati saya pagi-pagi, ketik Ben, enter Maka akan keluar tidak banyak hasil penelusuran tentang Ben Tapi coba googling, sore hari, saat mata sudah lelah memandang layar komputer  dan bis menuju Erlenbusch ini berkelok-kelok tak ada habisnya, Mata menerawang menembus jendela; lalu ketik Ben, Maka akan keluar satu kata, atau dua kata, atau tiga kata, Kangen Kangen Banget Kangen Ben Banget Kalau sudah begini, saya semakin menyukai pagi, Ketika tak banyak waktu memikirkan Ben, Tapi tetap saja, rindu saya berlimpah ruah hingga sore, dan semua pasti akan berhamburan pada malam hari..

Ben [ cerita bermula ]

Saya rasa saya tidak tahu apa yang saya mulai Hanya saja, waktu itu saya sangat bahagia. Saya bisa saja menelpon Ben kapan saja Mendapati Ben di kedai kopi, berbicara ketika dia mereguk secangkir kopi membunuh waktu Dan saya di depan televisi yang hidup,  menelpon dengan segala gaya sambil mempermainkan remote, mengganti-ganti siaran masih dengan baju seragam, sepulang kerja, sekedar ingin berbagi hari Sekali-kali Ben menelpon saya, Mungkin ketika dia ingat saya Saya mengirimkan banyak pesan untuk Ben Dan menerima kadang-kadang pesan dari Ben Saya simpan semuanya, pesan-pesan dari Ben dalam inbox  Lalu kotak surat itu penuh nama Ben, Sesekali membacanya kembali, berulang kali, dan masih saja bahagia karenanya..

Ben [ lelaki dari masa lalu ]

Seragam putih biru, dan anak lelaki yang biasa saja. Ketika itu dunia saya tertuju pada yang lain. Anak lelaki yang tak terlalu tinggi dengan sepeda yang terlalu besar untuknya, ungu atau hijau (saya lupa warna sepedamu) Anak lelaki yang saya kenali dalam pintas ingatan Senyumnya sedikit terkenang Sosoknya bersinar sedikit dalam bayang Dan ceritanya, dalam kagum yang terangkum tak pernah terlupa Saya tidak mengenal dia, Tapi saya ingat nama itu, lalu Mendapati saya dan dia dalam sebuah pertemuan bertahun kemudian semua ingatan membanjir Senyum terpindai, sama dengan belasan tahun lalu, Saat itu, saya tak bisa berpaling lagi.. Ben, mengapa Tuhan mempertemukan kita lagi? Dalam semua kebetulan dan skenario yang biasa saja Pelan-pelan saya terhanyut dalam rasa Pada pandangan pertama, Saya padamu Ben.. Dan dimulailah kembali cerita kita..